A.   Profesi Keperawatan dalam Prespektif Islam

Islam bersifat universal mencakup seluruh aspek kehidupan. Para ulama memandang bahwa ajaran Islam memiliki tujun untuk memelihara lima hal utama yaitu agama, jiwa (nafs), akal, kehormatan (keturunan), dan kesehatan (Shihab, 1992). Islam memandang sehat dalam konteks yang menyeluruh (holistic sense), jika suatu bagian tubuh sakit maka bagian tubuh lainnya pun akan merasakan sakit. Komponen sehat yang baik tidak hanya sehat fisik (jasad), melainkan juga sehat mental (nafs), sosial, dan spiritual (ruuh). Bagi seorang muslim, sehat dipandang sebagai anugrah Allah SWT yang harus disyukuri. Oleh karenanya, memelihara kesehatan merupakan amanah yang harus ditunaikan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.

Islam memberikan penjelasan-penjelasan lewat Al-Quran maupun hadits yang berkaitan tentang pentingnya kesehatan. Firman Allah berkaitan tentang menjaga kesehatan:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Dr. H Afif Muhammad dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah, Bandung 31/8/2004 mengatakan, masalah sehat dan sakit adalah alami sebagai ujian dari Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari sakit. “Sehat kerap membuat orang lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah-perintah Allah maupun mensyukuri nikmat sehatnya. Kita sering menyebut kondisi yang tidak menyenangkan seperti sakit sebagai musibah yang terkesan negatif, padahal musibah berkonotasi positif.

Tugas seorang perawat, menurut H. Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. “Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat,” katanya. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan “manjurnya” doa.

Jadi Profesi Keperawatan dalam Prespektif Islam merupakan manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatanm berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif.

B.   Sejarah Keperawatan Islam

Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas dasar  teoritis, melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masa lalu. Jika kita cermati berbagai dalil dalam al quran dan hadist juga tarikh islam diyakini bahwa keperawatan dalam islam sudah ada sejak zaman nabi adam seperti uraian dibawah ini:

a.      Zaman Nabi Adam AS

Tatacara hidup suami isteri Adam dan Hawa di bumi mulai tertib dan sempurna tatkala Hawa bersedia untuk melahirkan anak-anaknya yang akan menjadi benih pertama bagi umat manusia di dunia ini. Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama “Iqlima”, kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama “Lubuda”.

Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan memasuki alam akil baligh. Kepada Nabi Adam Allah memberi ilham dan petunjuk agar kedua puteranya dikawinkan dengan puterinya. Qabil dikahwinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.

Ternyata keputusan yang dipilih oleh Nabi Adam as tidak disetujui oleh Qabil karena dia tidak mau menikah dengan Labuda yang berwajah jelek. Disinilah timbul konflik antara kakak beradik yang diakhiri dengan pembunuhan pertama di dunia. Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang semakin lama semakin busuk itu.

Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama kerana ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu. Maka dipertunjukkanlah kepada Qabil, bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu menyodokkan gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak lalu berkata pada dirinya sendiri:”Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini?”

Firman Allah dalam Surat Al Maidah ayat 31 :

فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ
Artinya : Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.

Dari firman Allah tersebut dapat disimpulkan bahwa pada zaman Nabi Adam AS terjadi awal mulanya konsep perawatan jenazah. 

b. Zaman Nabi Ayub AS

Pada saat itu keperawatan telah dilaksanakan oleh istri nabi Ayub sendiri. Nabi Ayub terserang penyakit kulitnya yang menyebabkan dia hidup dalam kesendirian karena dijauhi oleh keluarga dan masyarakat sekitar. pada saat itu Siti Rahmah, istri beliau menjual gulungan rambutnya untuk membeli roti yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Nabi Ayub. Selain itu Allah SWT memberikan petunjuk kepada nabi Ayub as untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya yaitu makanan dan minum serta mementingkan personal hygien di mana Nabi Ayub as diperintahkan untuk mandi dan minum di salah satu mata air di gunung, sehingga Kemudian suhu panas dalam tubuhnya pun kembali normal seperti biasanya dan beliau merasakan sehat dan sembuh total dari penyakitnya.

c.       Zaman Nabi Isa AS

Nabi Isa mempunyai mukzizat dapat menyembuhkan kebutaan dan memberikan makanan dan minuman kepada masyarakat sekitar. Ini merupakan salah satu tindakan perawatan yang dilakukan nabi Iasa as dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan penyembuhan penyakit.

Sesuai dengan yang dijelaskan dalam Al Quran Surat Al-Maidah Ayat 110 yang menjelaskan bahwa pengobatan dalam islam itu telah ada pada zaman beliau yang dilakukan oleh NAbi Isa sendiri yang tidak lain atas izin dari Allah SWT sebagai wahyu.

إِذْ قَالَ اللَّهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدتُّكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا ً وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرا ً بِإِذْنِي وَتُبْرِئُ الأَكْمَه ََ وَالأَبْرَصَ بِإِذْنِي وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْر ٌ مُبِين ٌ

“( Ingatlah, ketika Allah menyatakan : ” Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada Ibumu diwaktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia diwaktu masih dalam buaian dan sesuadah dewasa; dan ( ingatlah ) diwaktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan ( Ingatlah pula ) diwaktu kamu membentuk dari tanah ( suatu bentuk ) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung ( yang sebenarnya ) dengan se izin-Ku. Dan ( ingatlah ) waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan ( ingatlah) diwaktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur ( menjadi hidup ) dengan seizin-Ku, dan ( ingatlah ) diwaktu Aku menghalangi bani Israil ( dari keinmginan mereka membunuh kamu ) dikala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: ” Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata “ [QS. Al-Maidah (5) : 110]

d. Zaman NAbi Muhammad SAW

Pada saat itu banyak istri para sahabat yang ikut serta dalam peperangan untuk memberikan pertolongan serta pengobatan kepada pasukan yang terkena luka dan sakit dalam peperangan.

Adapaun wanita yang berbaiat kepada Rasulallah adalah :

Rubiyi binti Mu’awidz

Rubiyi adalah seorang sahabat wanita yang ikut serta meriwayatkan hadist dari Rasullah . Peran Rubiyi dalam peperangan dapat diketahui dari riwayat Imam Bukhori, Nasai dan abu Muslim Al Kajji yaitu bertugas memberi minum kepada mereka yang berperang, melayani mereka, mengobati yang terluka,serta membawa orang-orang yang gugur ke madinah.

Umu Sinan Al-Aslamiyah

Umu Sinan adalah seorang mujahid wanita yang agung ia datang kepada Rasulullah ketika beliau hendak keluar ke Khaibar, lalu ia berkata : “ ya Rasulullah, bolehkah aku ikut keluar bersamamu dalam perjalanan mu ini ? Aku akan menuangkan air minum dan mengobati orang yang sakit dan terluka, Rasulullah mengizinkan umu sinan ikut serta dalam penaklukan khaibar “( Al-Waqidi dalam Al Maghazi : 687, dan At Thabaqat 8 : 214 )

Umu Ziyad Al Asyja-iyah

Umu Ziyad Al Asyjaiyah seorang, pejuang wanita yang tangguh, umu tersebut dengan izin rasulullah ikut dalam penaklukan khaibar, bertugas untuk mengobati orang-orang yang terluka, menyiapkan makan dan minum.

Ku’aibah binti Sa’ad

Adalah seorang wanita yang cerdas, aktifitasnya tidak terbatas perannya pada waktu perang, bahkan ia mengobati orang yang sakit pada saat kapan saja, ia telah dibuatkan ruang khusus di masjid untuk mengobati orang-orang yang sakit atau terluka (Thabaqat ibnu Sa’ad 8 : 213). Ku’aibah sebagai orang yang merintis jalan dalam dunia pengobatan dan kedokteran yang diberi gelas tokoh dan pakar medis

Umayah binti Qais Al Ghifariyah

Umayah bersama kelompok wanita bani Ghifar datang kepada rasulullah : kami ingin ikut berperang bersama ke khaibar, kami ingin mengobati orang-orang yang terluka dan membantu kaum muslimin sesuai dengan bidang dan kemampuan kami

Rufaidah binti Sa’ad (Ruafaidah Al-Asalmiya)

Rufaidah dianggap sebagai “Nightingale” dalam Islam. Ia berjasa mendirikan rumah sakit pertama di zaman Nabi Muhammad Saw guna menampung dan merawat orang-orang sakit, baik karena penyakit maupun terluka dalam peperangan.

Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Beliau hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriah/abad ke-8 Sesudah Masehi, dan diilustrasikan sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah adalah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain. Dan digambarkan pula memiliki pengalaman klinik yang dapat ditularkan kepada perawat lain, yang dilatih dan bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Rufaidah adalah public health nurse dan social worker, yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia Islam.

Rufaidah binti Sa’ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al Khazraj, yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar (golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah). Ayahnya seorang dokter, dan dia mempelajari ilmu keperawatan saat bekerja membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit, dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat damai. Dan saat perang Badr, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan korban yang terluka dirawat olehnya. Pernah digambarkan saat perang Ghazwat al Khandaq, Sa’ad bin Ma’adh yang terluka dan tertancap panah di tangannya, dirawat oleh Rufaidah hingga stabil/homeostatis (Omar Hassan, 1998).

Rufaidah melatih pula beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat, dan dalam perang Khaibar mereka meminta ijin Nabi Muhammad SAW, untuk ikut di garis belakang pertempuran untuk merawat mereka yang terluka, dan Nabi mengijinkannya. Tugas ini digambarkan mulia untuk Rufaidah, dan merupakan pengakuan awal untuk pekerjaaannya di bidang keperawatan dan medis.

Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang. 5). Rufaidah juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia Isalam, meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan (Jan, 1996), dia juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan (health education).

Dalam beberapa literature sejarah islam mencatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah diantaranya :

Ummu Ammara

Ummu Ammara juga dikenal juga sebagai Nusaibat binti Ka’ab bin Maziniyat, dia adalah ibu dari Abdullah dan Habi, anak dari Bani Zayd bin Asim. Nusaibat dibantu suami dan anaknya dalam bidang keperawatan. Dia berpartisipasi dalam Perjanjian Aqabat dan perjanjian Ridhwan, dan andil dalam perang Uhud dan perang melawan musailamah di Yamamah bersama anak dan suaminya. Dia terluka 12 kali, tangannya terputus dan dia meninggal karena lukanya. Dia terlibat dalam perang Uhud, merawat korban yang luka dan mensuplai air bagi korban perang.

Asy-Syifa’ binti Al-Harits

Asy-Syifa’ termasuk wanita cerdas yang dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis serta ahli ruqyah (pengobatan) sebelum datangnya Islam. Sesudah memeluk Islam, dia tetap memberikan pengajaran kepada kaum perempuan. Oleh karena itu, dia disebut sebagai guru (ulama) wanita pertama dalam Islam. Di antara muridnya bernama Hafshah binti Umar bin Khattab. Kesibukan mengurus suami dan mendidik seorang anak tidak membuat Asy-Syifa’ lupa untuk menuntut ilmu hadis kepada Rasulullah, kemudian menyebarkannya sembari menyelipkan nasehat-nasehat bagi umat Islam. Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab sering meminta pendapat Asy-Syifa’ tentang urusan agama dan dunia.

Ummu Hani’

Selain pandai berdiplomasi, Ummu Hani’ binti Abi Thalib Al-Hasyimiyyah kesohor sebagai penunggang unta yang hebat, periwayat dan pengajar hadis hingga akhir hidupnya. Ummu Hani’ sangat mengerti akan tugasnya selaku istri yang mengagungkan hak-hak suami dan mengasuh keempat anaknya. Baginya, mengurus mereka membutuhkan perhatian yang menyita waktu banyak. Karena itu, dia tak ingin menyia-nyiakan satu pun dari keduanya, hingga dia mendapatkan pujian yang begitu mulia dari Rasulullah sebagai perempuan penyayang keluarga. Pada saat yang sama, Ummu Hani’ pun tidak lupa berperan di tengah masyarakat.

Hafshah binti Umar bin

Dia memiliki keberanian, kepribadian kuat dan ucapannya tegas. Kelebihan lainnya berupa kepandaian dalam membaca dan menulis, padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki kaum perempuan. Atas dasar hal tersebut, Hafshah sebagai orang yang pertama kali diperintahkan oleh khalifah Abu Bakar Siddiq untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan di banyak tempat pada lembaran kulit, tulang dan pelepah kurma sekaligus menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al-Quran itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal dunia.

Khadijah Binti Khuwailid 

Ketika Rasulullah mengalami rintangan dan gangguan dari kaum kafir Quraisy, maka Khadijah Binti Khuwailid selalu berada di sampingnya untuk menenangkan sekaligus menyenangkan hatinya yang gundah. Khadijah juga mendukung perjuangan suaminya dengan sepenuh jiwa raga dan menyerahkan seluruh harta benda yang dimilikinya. Sebagai pebisnis muslimah sukses yang dermawan, wanita terbaik di dunia ini memang setia, taat dan sayang kepada suami dan anak-anaknya. Khadijah selalu menyiapkan makanan, minuman dan segala keperluan Rasulullah serta mendidik putra putrinya dengan teladan dan penuh kesadaran.

Ummu ‘Umarah

Kisah lebih heroik terjadi pada Ummu ‘Umarah. Ummu ‘Umarah bersama suami dan kedua putranya ikut dalam Perang Uhud yang berlangsung dahsyat. Ketika pasukan kaum muslimin tercerai berai, Ummu ‘Umarah justru mendekati Rasulullah, bermaksud melindungi di depannya dengan menggunakan pedang. Namun, Ummu ‘Umarah beberapa kali terkena sabetan pedang yaang ditebarkan pasukan musuh. Luka yang paling besar terdapat di pundaknya, karena ditikam Ibnu Qami’ah, hingga dia harus mengobati luka itu setahun lamanya.

Masa Sejarah Perkembangan Islam dalam Keperawatan dari Masa ke Masa

 Masa sejarah perkembangan islam dalam keperawatan, tidak dapat dipisahkan dalam konteks perkembangan keperawatan di Arab Saudi khususnya, dan negara-negara di timur tengah umumnya. Berikut ini akan lebih dijelaskan tentang sejarah perkembangan keperawatan di masa Islam dan di Arab Saudi khususnya.

1. Masa penyebaran Islam/ The Islamic Period (570 – 632 M)
Dokumen tentang keperawatan sebelum-islam (pre-islamic period) sebelum 570 M sangat sedikit ditemukan. Perkembangan keperawatan di masa ini, sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad (holy wars), memberikan gambaran tentang keperawatan dimasa ini. Sistem kedokteran masa lalu yang lebih menjelaskan pengobatan dilakukan oleh dokter ke rumah pasien dengan memberikan resep, lebih dominan. Hanya sedikit sekali lilature tentang perawat, namun dalam periode ini dikenal seorang perawat yang selalu bersama Nabi Muhammad SAW dan telah melakukan peran keperawatan yaitu Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asamiya (Tumulty 2001, Al Osimy, 1994) 2)

2. Masa Setelah Nabi/Post –Prophetic Era (632 – 1000 M).
Sejarah tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali terdengar (Al Simy, 1994). Dokumen yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr Al-Razi yang digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang “The Reason Why Some Persons and the Common People Leave a Physician Even if He Is Clever” dan “A Clever Physician Does Not Have the Power to Heal All Diseases, for That is Not Within the Realm of Possibility.” Di masa ini ada perawat diberi nama “Al Asiyah” dari kata Aasa yang berarti mengobati luka, dengan tugas utama memberikan makanan, memberikan obat, dan rehidrasi.

3. Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M)
Dimasa ini negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004) 2).

4. Masa Modern (1500 – sekarang) Early Leaders in Nursing’s Development
Masa ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari Eropa, Amerika dan Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS di negara-negara Timur Tengah. Bahkan dokumen tentang keperawatan di Arab, sampai tahun 1950 jarang sekali, namun di tahun 1890 seorang misionaris Amerika, dokter dan perawat dari Amerika telah masuk Bahrain dan Riyadh untuk merawat Raja Saudi King Saud. (Amreding, 2003) 2).

Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang perawat bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali ke negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di Arab Saudi.

Meskipun keperawatan masih baru sebagai profesi di Timur tengah, sebenarnya telah dibangun di masa Nabi Muhammad SAW. Dimana mempengaruhi philosofi praktek, dan profesi keperawatan. Dan sejak tahun 1950 dengan dikenalkannya organized health care dan pembangunan RS di Arab Saudi, keperawatan menjadi lebih maju dan bukan hanya sekedar pekerjaan (job training) 7).

REFERENSI

 –          Departemen Agama RI. (2004). Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: CV Penerbit 3-Art

–          Omar Hasan Kasule. (2005). Spiritual, Ruuh, Nafs, Qolb, and Care in Islamic Perspective. Personal correspondence.

–          G. Hussein Rassool. (2000). The Crescent and Islam : Healing, Nursing and The Spiritual Dimension. Some Considerations   Toward An Understanding of The Islamic Perspectives On Caring. Journal of Advanced Nursing; 32(6), 1476-1484

–          Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2. Salemba Medika: Jakarta

–          Materi kuliah oleh Bapak Iyus Yosep, Skp,. Msi.

–          http://www.wikipedia.com

–          http://vhacomel.student.umm.ac.id/sejarah-keperawatan-islam/

–          http://finar90.student.umm.ac.id/category/sejarah-perawat/

SPIRITUAL INTELLIGENCE (KECERDASAN SPIRITUAL)

Pengertian Intelligence
Manusia diciptakan Tuhan sebagai insan kamil yang paling sempurna dengan segala peralatan lunak dan keras yang kompleks  serta sangat terintegrasi dalam fungsinya. Tuhan menciptakan manusia dengan kecerdasan otak (inteligensi)  yang sangat tinggi dibanding makhluk hidup lainnya.
Crow and crow mengemukakan bahwa inteligence berarti kapasitas umum dari seorang individu yang dapat dilihat dari kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntunan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru di dalam kehidupan. Pengertian ini tidak hanya menyangkut dunia akademik, tetapi lebih luas, menyangkut kehidupan non akademik seperti masalah-masalah artistik dan tingkah laku sosial.
Pada mulanya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellct) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif. Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktur akal melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afiktif, seperti kehidupan emosional, moral, spiritual dan agama.
Pada saat ini yang terpenting tidak hanya kecerdasan intelektual (IQ), akan tetapi ada kecerdasan lain yang diperhitungkan, diantaranya kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
 
Kecerdasan Spiritual
Danah Zohar dan Ian Marshall meyakini  Spiritual Quotient atau SQ merupakan tingkatan tertinggi dari kecerdasan, yang digunakan untuk menghasilkan arti (meaning) dan nilai (value),yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang  lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna  dibandingkan dengan yang lain.                                
Dua jenis kecerdasan, yaitu IQ dan EQ, merupakan bagian yang terintegrasi dari SQ.Pengorganisasian saraf yang memungkinkaan untuk berfikir rasional, logis dan taat azaz disebut dengan IQ, yang memungkinkan untuk berfikir asosiatif yang terbentuk oleh kebenaran dan kemamuan untuk mengenali pola-pola emosi disebut EQ, sedangakan yang memungkinkan untuk berfikir kreatif, berwawasan jauh, membuat dan mengubah aturan,  menata kembali dan mentransformasikan dua jenis berfikir sebelumnya (IQ dan EQ) disebut dengan SQ. SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ  secara  efektif.
 
Ciri-ciri individu sebagai makhluk spiritual
1.      Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding makhluk ciptaan lainnya.
2.      Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan, dan kemauan)
3.      Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur kehidupan) dimuka bumi.
4.      Terdiri atas bio-psiko-sosial yang utuh.
  
SQ walaupun mengandung kata spiritual tidak selalu terkait dengan kepercayaan atau agama. SQ lebih kepada kebutuhan dan kemampuan manusia untuk menemukan arti dan menghasilkan nilai melalui pengalaman yang mereka hadapi serta merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang mempunyai kecerdasan dalam mengelola makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual ini meliputi ; (1) Hasrat untuk hidup bermakna, (2) Motivasi mencari makna hidup, (3) Mendambakan hidup bermakna.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan atau menjalankan agama, umumnya memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kepercayaan atau tidak menjalankan agama.
 
Pentingnya Kecerdasan Spiritual bagi seorang Perawat
Bagi beberapa orang kegiatan spiritual memberikan  kegiatan langsung yang berdampak pada koping yang efektif, artinya orang yang mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu adalah sebuah bentuk pembelajaran yang harus dijalani untuk mendapatkan hikmah dalam kehidupan. Berdasarkan konsep ini perawat sangat  memerlukan tingkat spiritual yang tinggi untuk dapat melakukan tugas pelayanannya secara optimal sehingga dapat terwujud mutu pelayanan prima.
Kecerdasan spiritual yang tinggi yang dimiliki oleh seorang perawat  akan menigkatkan rasa keharmonisan dan saling kedekatan antara diri sendiri dengan kliennya, dengan ligkungannya, dan dengan kehidupan yang tertinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa sehingga seorang perawat mampu berkonstribusi penuh terhadap tanggung jawabnya.
Dalam keperawatan makna spiritual tidak hanya terfokus pada ritual praktek keagamaan, tetapi lebih dari pada itu, spiritual menekankan pada konsep cinta, empati, harapan, dan makna atau hakikat kesehatan penyakit dalam diri seseorang.
Pelaksanaan aspek spiritual seorang perawat menjadi tema penting yang dapat ditunjukkan dalam konteks diantaranya;
a.       Perawat membantu kliennya dengan sepenuh hati
b.      Pemeliharaan praktik spiritual diri sendiri serta diri transpersonal, tidak mementingkan ego sendiri, terbuka bagi kliennya dan memiliki sifat penyayang.
c.       Perawat memiliki sifat tulus dan tidak berpura-pura
d.      Mengoptimalkan kemampuan diri dengan kreatif menyangkut perawatan dan penyembuhan klien.
e.       Perawat berusaha untuk simpati, empati dan mengerti kondisi kliennya.
f.       Membangkitkan semangat dan pikiran positif kepada kliennya dengan energi spiritual yang dimilikinya.
g.      Terbuka  pada Misterispiritual dan dimensi keberdaan hidup dan mati manusia, perawatan jiwa untuk diri sendiri serta untuk kliennya.
 
 
Hanya perawat yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi yang mampu memberikan pelayanan secara efektif kepada kliennya.
 
 
Referensi:
1.      Caring (kunci sukses perawat/ners dalam mengamalkan ilmu) ;
Meidiana Dwidiyanti Skp,Msc
2.      Dasar-dasar keperawatan profesional ; H.Zaidin Ali
3.      Psikologi Agama ; H. Ramayulis
4.      8 magnet sukses ; Hery Wibowo